1. Pengantar
Cerita pendek (cerpen) sebagai salah satu jenis karya sastra ternyata dapat memberikan manfaat kepada pembacanya. Di antaranya dapat memberikan pengalaman pengganti, kenikmatan, mengembangkan imajinasi, mengembangkan pengertian tentang perilaku manusia, dan dapat menyuguhkan pengalaman yang universal. Pengalaman yang universal itu tentunya sangat berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia serta kemanusiaan. Ia bisa berupa masalah perkawinan, percintaan, tradisi, agama, persahabatan, sosial, politik, pendidikan, dan sebagainya. Jadi tidaklah mengherankan jika seseorang pembaca cerpen, maka sepertinya orang yang membacanya itu sedang melihat miniatur kehidupan manusia dan merasa sangat dekat dengan permasalahan yang ada di dalamnya. Akibatnya, si pembacanya itu ikut larut dalam alur dan permasalahan cerita. Bahkan sering pula perasaan dan pikirannya dipermainkan oleh permasalahan cerita yang dibacanya itu. Ketika itulah si pembaca itu akan tertawa, sedih, bahagia, kecewa, marah , dan mungkin saja akan memuja sang tokoh atau membencinya.
Pendekatan Rolland Barthez terhadap karya sastra menitik beratkan pada analisis tekstual. Maksudnya, teks yang terlepas dari penulisnya. Dalam bukunya, Barthez menyebut istilah ini dengan writerly dan readerly. Writerly adalah novelistik tanpa novel, perpuisian tanpa puisi, esai tanpa desertasi, tulisan tanpa gaya, produksi tanpa produk, strukturasi tanpa struktur, sedangkan readerly adalah produk-produk yang menciptakan sejumlah besar massa sastra. Dapat dipahami bahwa, writerly teks adalah apa yang dapat ditulis pembaca sendiri terlepas dari apa yang ditulis pengaranya sedangkan readerly teks adalah apa yang dapat dibaca, tetapi tak dapat ditulis, yakni teks terbaca yang merupakan nilai reaktif dari writerly teks.
Barthez sendiri memilih writerly teks sebagai penilaian teks. Dia beralasan bahwa tujuan karya sastra adalah untuk membuat pembaca tak selamanya menjadi konsumen, tetapi seorang produsen. (sumber: http://books.google.co.id/books?id) Oleh karena itu,untuk menjadikan pembaca sebagai produsen suatu karya sastra, pembaca bisa menganalisisnya berdasarkan pendekatan ini.
Berikut ini adalah hasil analisis dan interpretasi cerpen Berawal Pada Suatu Malam karya K. Usman secara bertahap, berdasarkan pada pemenggalan-pemenggalan teks dalam satu leksia yang telah dilakukan.
2. Cerpen Berawal Pada Suatu Malam
BERAWAL PADA SUATU MALAM (1)
Bunyi instrumen musik petik itu dirasakannya memenuhi malam (2). Dari mana bunyi itu datang? Dia membuka jendela ruang tamu rumah panggung yang disewa orang tuanya itu lebar-lebar. Bunyi instrumen musik petik makin jelas terdengar diiringi gugusan angin yang semakin sejuk.(3) Ketika dia menengadah, tampaklah bulan purnama berwarna kuning emas di langit biru(4). Lagu yang dimainkan pemetik instrumen musik petik itu perlahan-lahan diingatnya. Ibunya sering menyanyikan lagu sentimentil itu bila ayahnya sedang pergi jauh.
“Heh, belum tidur, Ano?” suara Ibunya mengejutkannya, dan dia menoleh. Ibunya masih mengenakan pakaian salat, di kampungnya disebut telekung(5). Ibunya tersenyum, membelai rambut Ano. “Apa yang sedang kau pikirkan, Sayang?”. “Ibu dengar bunyi itu!” Ano menunjuk ke luar rumah, tapi tidak jelas benar arah telunjuknya. “Oh, Ano sedang menikmati petikan mandolin,” kata Ibu (6). “Instrumen musik petik itu sekarang sudah langka,” lanjut Ibu. “Kini anak-anak kota kursus gitar, piano, dan biola. Mendolin sudah lama dilupakan orang,” cerita Ibu (7).
“Siapa pemetik mendolin di seberang jalan itu?” tanya Ano, siswa sebuah Sekolah Menengah Umum (SMU) kelas terakhir. “Mana Ibu tahu, Anakku. Ibu dan Ano baru beberapa hari pindah ke sini. Tapi, secara jujur Ibu merasakan, pemetik dawai mendolin menjiwai lagu yang dimainkannya (8). Ia menghayati rasa rindu, harapan dan romantismenya, walaupun secara instrumentalia(9).” Ano teringat, waktu dia masih kecil dulu, Ibu sering mendendangkan lagu itu di dapur, di kamar mandi, atau saat berbenah di kamar. Ibu menyanyikan lagu itu biasanya saat kangen pada Ayah yang sedang pergi jauh dalam waktu lama.
Ketika nada lagu yang dimainkan pemetik mendolin meninggi malam itu, Ano menjenguk ke luar lewat jendela yang terbuka.
“Dari arah rumah panggung mungil di seberang jalan itu, Bu,” kata Ano seraya menunjuk ke seberang jalan yang makin sepi. Semua jendela rumah panggung mungil di seberang sana sudah tertutup. Helai-helai daun kelapa kuning di halaman rumah itu membiaskan sinar bulan purnama yang juga kuning keemasan. Ano merasakan belaian angin malam yang sejuk di wajah dan tangannya yang terbuka (10).
Ibu mendekati Ano dan membisikkan kata-kata lembut di telinga Ano ketika mendengar bunyi tiang listrik dipukul ronda malam sepuluh kali. “Sudah waktunya tidur, Ano. Jangan sampai terlambat kamu pergi sekolah besok pagi,” bisik Ibu lagi (11).
* * *
Di kamar tidurnya, malam itu, Ano masih mendengar bunyi merdu petikan mendolin yang dibawa angin dari rumah panggung mungil di seberang jalan (12). Bunyi merdu itu mengantar Ano pergi tidur lelap, dan remaja belia itu bermimpi. Ano melihat wajah gadis berambut panjang itu di ambang jendela. Ia muda, berkulit putih, cantik, dan murah senyum. Ano merasakan jiwa mudanya bergetar (13). Dalam mimpi itu dia dapat memandang wajah perempuan yang sedang memainkan mendolin di ambang jendela yang terbuka lebar. Tiba-tiba muncul keberanian di dalam dada Ano. Dia gerakkan tangan kanan untuk melambai. Tetapi, niat itu dia batalkan. Anak lelaki bertubuh bongsor itu merasakan belaian sejuk di dahinya. Dia terbangun. Begitu mata terbuka, tampak olehnya Ibu sedang tersenyum.
“Anak Ibu belum salat Subuh,” bisik Ibu sambil tersenyum.
Buru-buru Ano meninggalkan ranjangnya, menuju kamar mandi. Terdengar byar-byur air di kamar mandi. Tak lama kemudian, dia masuk kamar, membentangkan sajadah, lalu salat subuh. Usai berdoa, dia buka daun-daun jendela. Gorden dia sibakkan. Jendela rumah panggung di seberang pun sudah terbuka lebar. Tetapi, tidak tampak perempuan muda dan cantik di seberang jalan itu, seperti mimpi Ano tadi malam.
Ano bersiap-siap untuk pergi sekolah. Hari Sabtu pertama ini dia dapat giliran piket di kelas. Pasangannya adalah Dewiyanti, Salimin, Gofur, Salamah, Rosita, dan Aldrin Tung. Ano sejak awal dipilih menjadi komandan piket. Jadi, dia harus datang lebih pagi (15).
Rumah Ano sepi. Ayah sudah sebulan bertugas di kilang luar kota. Sebulan lagi beliau pulang untuk menikmati liburan selama seminggu. Ano membayangkan, berdua Ayah pergi memancing di sungai besar di tepi hutan. Ayah sudah berjanji akan mengajak Ano memancing bila tiba masa libur seminggu itu.
Di sekolah, Ano disambut si mungil Dewiyanti, anak Kalimantan Timur. Ayah Dewi sedang bertugas di Prabumulih. Dia dan adik-adiknya boyongan bersama ibunya menyusul sang ayah ke Prabumulih, yang gemuruh siang-malam oleh bunyi mesin kilang.
Saat istirahat, Ano bercerita tentang gadis pemetik mendolin di seberang jalan di depan rumah sewaannya. Kawan-kawan seregunya tertarik mendengar cerita Ano itu. Tetapi, Dewiyanti merasa cemburu. Diam-diam, si mungil itu menyukai Ano yang tampan dan berwibawa (16). “Malam Minggu ini, aku akan berkunjung ke rumah pemetik mendolin itu,” cerita Ano. “Aku ingin menyaksikan jari-jarinya memetik senar musik petik yang sudah langka itu,” lanjutnya. “Senin, Ano cerita mengenai hasil kunjungan itu, ya?” rayu Rosita.
"Sip-lah!” tukas Ano.
* * *
Lepas salat isya, Ano sudah berpakaian rapi. Kaos terbagus dikenakannya. Rambut lurusnya telah disisir rapi (17). Nyalinya telah siap untuk berkenalan dengan pemetik mendolin. Bagi Ano saat ini adalah saat pertama berkunjung ke rumah seorang gadis yang belum pernah dikenalnya. Seketika Ano teringat masa di kampung kelahirannya, Dusun Tanjung Serian. Ibu bersawah, berkebun sayuran, dan umbi-umbian. Tiga kali ayah mengajak Ibu dan Ano pindah ke Prabumulih setelah tiga bulan Ayah bekerja di pertambangan minyak. Ibu selalu bilang pada Ayah, “Tunggulah sampai Ano naik kelas tiga. Lagi pula masih tanggung, sawah beberapa bulan lagi panen.” Selain itu, Ibu beralasan, kebun ubi, singkong, tebu, dan kacang tak lama lagi panen. Alhasil, Ayah sendirian di Prabumulih genap 14 bulan. Setelah Ano naik kelas tiga SMA, barulah Ibu mau menyusul Ayah ke daerah pertambangan minyak di Prabumulih. “Hem, jadi juga Ano ke rumah tetangga depan?” Ibu mengejutkan Ano, yang lagi mengelap sandal kulitnya. “Memberanikan diri, Bu. Ano ingat pesan Ayah sebelum kita pindah. Kata Ayah, jadi lelaki harus memiliki nyali yang kukuh,” kata Ano (18).
Baru saja Ano akan membuka pintu, muncul dua tamu. Keduanya perempuan. Salah seorang masih muda, cantik, berambut panjang, dan perutnya membuncit (19). Seorang lagi perempuan sebaya Ibu. Mereka mencari Ayah (20). Ibu dan Ano terkejut, dan menyilakan kedua tamu masuk (21). Perempuan sebaya Ibu memperkenalkan diri. Namanya Zulaiha. Adiknya, yang sedang hamil muda bernama Mutiara. Keduanya menyalami Ibu dan Ano(22). Makin terkejut Ibu dan Ano ketika Mutiara mengatakan, dialah yang memetik mendolin di rumah panggung seberang jalan (23). “Mutiara sudah hampir dua bulan kehilangan suaminya,” cerita Zulaiha. “Di rumah ini suami Mutiara tinggal,” sambung Zulaiha (24). “Di rumah ini, Mbak?” Ibu tergeragap (25). “Rumah ini disewa suami saya sekitar setahun lebih,” lanjut Ibu. “Siapa nama suami Mbak Mutiara?” tanya Ibu (26). Suaranya gemetar oleh rasa gugup(27). “Namanya Kiagus Abdul Abbas,” jawab Mutiara (28). “Waktu dia berkenalan pada suatu malam sekitar setengah tahun lalu, dia bilang masih lajang (29). Kami cepat akrab karena Pak Kiagus kebapaan. Kebetulan, aku dan Mbak Zul sejak kecil yatim piatu. Kami merasa menemukan lelaki dewasa berwibawa (30). Lalu, Pak Kiagus melamarku. Mbak Zul senang. Enam bulan lalu kami menikah di masjid. Sekarang kandungan saya jalan empat bulan,” cerita Mutiara sambil menunjukkan buku nikah (31). Ketika melihat foto Ayah di buku nikah yang diberikan Mutira, Ibu menjerit histeris (32). Tubuhnya menjadi lunglai (33). Jika tidak cepat dirangkul Ano, pasti Ibu akan terhempas di lantai.
Ano, Mutiara, dan Zulaiha panik. Mereka berupaya menolong Ibu.
“Ambilkan minyak wangi (34),” bisik Zulaiha. Sebagai perawat senior, dia berpengalaman mengurus orang pingsan. “Ke mana, Ayah?” tanya Mutiara pada Ano. Ano mengatakan, Ayah tugas luar kota selama dua bulan. Sebelum tugas, Ayah tidak meninggalkan pesan, sambung Ano sambil berulang-ulang mengais air matanya.
Setelah Ibu sadar benar, Zulaiha bercerita bahwa Ayah mengagumi petikan jari Mutira pada mendolin. Dia datang berkenalan pada suatu malam. Disusul malam-malam lainnya (35). “Kiagus Abbas penyabar, berwibawa, dan tutur katanya yang lembut meluluhkan (36) ,” lanjut Zulaiha. “Ayah tidak pernah bercerita tentang kejadian-kejadian penting selama setahun lebih di Prabumulih,” Ibu berkata seperti menyesali (37). “Aku datang terlambat (38),” lanjut Ibu terbata-bata.
Malam Minggu itu jadi begitu murung bagi Ibu dan Ano. Kedua tamunya hanya menunduk (39). Angkasa sudah kelam setelah bulan diselimuti gemawan hitam (40). Gerimis September turun. Tetes-tetesnya menimpa atap rumah dan daun-daun di halaman (41)
* * *
Ketika Mutiara dan Zulaiha pamitan, muncul Nunang. Teman kerja Kiagus Abdul Abbas itu buru-buru turun dari motor. Dia berbisik di telinga Ibu, “Pak Kiagus kecelakaan di kilang dalam hutan. Jenazahnya sudah dibawa ke rumah sakit,” lanjut Nunang. Suaranya serak. Saat itu pula Ibu meratap diiringi Ano, Mutiara, dan Zulaiha (42).
3. Indeks Lima Kode
a. Kode Hermeunitik (HER)
Kode yang mengandung unit-unit tanda yang secara bersama-sama berfungsi untuk mengartikulasikan dengan berbagai cara dialektik. Kode ini menimbulkan intrik dan ketegangan pada pembaca sehingga meninmbulkan semacam enigma (teka-teki). Teka-teki yang ada pada cerpen ini antaralain:
Teka-teki 1 : pentemaan: isi cerita (1), (24), (28), (31)
Teka-teki 2 : pengusulan masalah (1), (7), (19),(20), (23), (24), (28), (29), (35)
Teka-teki 3 : pengacauan (20), (23), (24), (28), (29), (32)
Teka-teki 4 : jebakan (7), (29)
Teka-teki 5 : penundaan jawaban (25), (26)
Teka-teki 6 : jawaban sebagian (24), (28), (29)
Teka-teki 7 : jawaban sepenuhnya (31), (35)
b. Kode Aksi (AKS)
Kode yang menatur alur suatu cerita atau narasi. Serangkaian aksi berkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita. Kode aksi yang terdapat dalam cerpen ini antaralain: Mendengarkan mandolin (7); terkejut (21); menunjukkan buku nikah (31); menolong ibu (34); murung (39); meratap (42).
c. Kode Simbolis (SIM)
Kode yang mengatur kawasan antithesis dari tanda-tanda di mana suatu ungkapan meleburkan dirinya ke dalam berbagai substitusi, keanekaragaman penanda dan referensi sehingga menggiring pembaca dari satu kemungkinan ke kemungkinan lainnya. Penanda-penanda dalam wilayah ini memiliki banyak makna yang dapat saling tukar posisi. Kode simbolik yang ada dalam cerpen ini antaralain: Sedih mendalam (40), (41).
d. Kode Semantis (SEM)
Kode ini merupakan penanda khusus yang memiliki makna konotasi. Kode ini juga merupakan penanda pada gambaran-gambaran mengenai kondisi psikologis tokoh, suasana atmosferik suatu tempat atau objek tertentu. Kode semantik yang terdapat dalam cerpen ini antaralain: Meresapi bunyi instrumen: (2), (3), (8), (9), (12); suasana malam (3), (4), (10), (40), (41); tergagap (25); bergetar (13), (27); histeris (32), (42); lemas (33); panik (34); menyesal (37), (38); murung (39).
e. Kode Referensial (REF)
Kode yang mengatur dan membentuk suara-suara kolektif dan anonym dari pertandaan yang berasal dari pengalaman manusia dan tradisi yang beranekaragam. Kode ini dalam pengertian yang luas adalah penanda-penanda yang merujuk pada seperagkat referensi atau pengetahuan umum yang mendukung teks. Kode referensi yang terdapat dalam cerpen ini antaralain: Istilah daerah (5); disiplin (11); tanggung jawab (11), (15); idola wanita (16), (30), (36); rapi untuk hal penting (17); pesan ayah untuk anak lelakinya (18); hal tabu (19), (20); sopan dalam bagaimanapun keadaan (21); salaman adalah etika (22); upaya pertolongan (34).
4. Analisis
(1) Berawal Pada Suatu Malam
Pemilihan judul selalu disesuaikan dengan tema dan isi cerita. Berawal Pada Suatu Malam adalah suatu judul yang dapat menyiratkan sekilas gambaran isi cerita pada cerpen tersebut, yaitu segala permasalahan dan konflik dalam cerita berawal pada suatu malam. Suatu malam yang memiliki imbas bagi keberlangsungan alur cerita lainnya. Hal ini menimbulkan suatu teka-teki sebagai dampak adanya kode hermeunitik (HER) pada leksia ini, yaitu (Berawal Pada Suatu Malam(1)). Permasalahn yang bersumber dari “suatu malam” mengakibatkan munculnya masalah-masalah dan konflik dalam cerpen (HER. pengusulan masalah).
(2) Bunyi instrumen musik petik itu dirasakannya memenuhi malam
Bunyi instrumen musik merupakan salah satu media ekspresi yang dapat menyentuh jiwa. Jika kita memainkannya dengan benar dan menjiwai, pasti yang mendengarnya pun akan ikut larut. Dalam cerpen ini, Mutiara sang pemetik instrumen mengekspresikan kegundahan dan kerinduan jiwanya melalui musik itu. Hal yang menarik adalah penulis menonjolkan alat music yang digunakan, yaitu mandolin. Alat music ini telah jarang digunakan oleh masyarakat. Oleh karena itulah, yang membuat bunyi instrument menarik selain keindahan dan kemerduannya adalah kesan sederhana dan tradisionalnya. Bunyi instrument mandolin yang dipetik oleh Mutiara ternyata mampu mempengaruhi kondisi psikologis Ano, tetangganya. Hal ini mengindikasikan adanya kode semantic, (SEM. meresapi bunyi instrument)
(3) Bunyi instrumen musik petik makin jelas terdengar diiringi gugusan angin yang semakin sejuk
Penghayatan dalam mendengarkan instrument music telah mempengaruhi hati dan psikologis Ano. Saat itu, dia menjadi kasmaran dan diam-diam mencintai sosok misterius si pemetik mandolin.hal ini merupakan gambaran akan adanya kode semantic (SEM. meresapi bunyi instrument). Suasana malam hari yang dingin dan sejuk semakin memperindah atmosfer hati Ano (SEM. suasana malam).
(4) Ketika dia menengadah, tampaklah bulan purnama berwarna kuning emas di langit biru
Deskripsi tersebut adalah atmosfer yang diciptakan penulis untuk melukiskan keindahan hati Ano yang sedang kasmaran. Atmosfer dan suasana hati tokoh masuk ke dalam kode semantik (SEM. suasana malam).
(5) Ibunya masih mengenakan pakaian salat, di kampungnya disebut telekung
Pada leksia ini, terdapat istilah daerah yang menunjuk mukenah atau pakaian shalat. Hal ini merupakan hal baru bagi pembaca yang belum pernah mengetahui istilah ini sebelumnya. Oleh karena itu, leksia tersebut termasuk ke dalam kode referensial (REF. istilah daerah).
(6) “Oh, Ano sedang menikmati petikan mandolin,” kata Ibu
Pada leksia ini dapat digambarkan bahwa Ibu dan Ano sedang mendengarkan dan meresapi petikan instrument mandolin. Hal tersebut berupa suatu aksi yang akan berkaitan degan aksi-aksi lainnya dalam cerpen, seperti tibulnya keinginan Ano untuk menemui dan berkenalan dengan gadis misterius pemetikmandolin, serta terungkapnya suatu rahasia besar di balik petikan mandolin tersebut. Oleh karena itu, leksia ini mengandung kode aksi (AKS. Mendengarkan mandolin).
(7) “Instrumen musik petik itu sekarang sudah langka,” lanjut Ibu. “Kini anak-anak kota kursus gitar, piano, dan biola. Mendolin sudah lama dilupakan orang,” cerita Ibu.
a. Pada leksia ini, terdapat suatu ciri khas lain selain kemerduan dan keindahan suara music yang dimainkan, yaitu nilai kesederhanaan pemainnya. Ia lebih memilih memainkan alat music yang kini telah langka dan ditinggalkan banyak orang daripada alat-alat music modern lainnya. Inilah yang dapat memperkuat penggambaran kesan ketertarikan Ano terhadap sang pemetik mandolin itu. Di sini, didapatkan suatu pemilihan yang cermat yang semakin memperkuat interpretasi pembaca terhadap perasaan yang dirasakan Ano. Pemilihan tersebut akan berdampak pada terseretnya Ano dan ibunya ke dalam permasalahan yang tak pernah diduga olehnya. Leksia ini meninbulkan suatu enigma atau teka-teki bagi pembaca (HER. pengusulan masalah).
b. Hal yang menarik perhatian atau menjadi penekanan dari leksia ini adalah nilai kesederhanaan dan keindahan sang pemain instrument sehingga dapat menarik hati siapapun yang mendengarnya, terutama para pria yang “merasa” kesepian. Hal ini bisa menyiratkan akan suatu keindahan yang berakhir pada terjerumusnya para tokoh pada suatu permasalahan rumit. Oleh karena itu, leksia ini mengandung kode hermeunitik dengan enigma berupa jebakan (HER. jebakan).
(8) Tapi, secara jujur Ibu merasakan, pemetik dawai mendolin menjiwai lagu yang dimainkannya.
Leksia tersebut mendeskripsikan psikologis atau keadaan tokoh Ibu yang ikut larut dalam mendengarkan alunan petikan instrument music mandolin (SEM. meresapi bunyi instrumen).
(9) Ia menghayati rasa rindu, harapan dan romantismenya, walaupun secara instrumentalia.
Leksia ini sama dengan leksia (8), yaitu meresapi bunyi instrumen (SEM. meresapi bunyi instrumen).
(10) Semua jendela rumah panggung mungil di seberang sana sudah tertutup. Helai-helai daun kelapa kuning di halaman rumah itu membiaskan sinar bulan purnama yang juga kuning keemasan. Ano merasakan belaian angin malam yang sejuk di wajah dan tangannya yang terbuka.
Suasana malam yang indah memperindah pendeskripsian suasana hati Ano waktu itu. Leksia tersebut berisi atmosfer suatu tempat dan psikologis tokoh. Oleh karena itu leksia ini termasuk ke dalam kode semantis (SEM. suasana malam).
(11) Jangan sampai terlambat kamu pergi sekolah besok pagi
Leksia tersebut menyiratkan adanya pesan untuk selalu bertanggung jawab dan disiplin. Hal ini berupa referensi untuk pembaca (REF. disiplin dan tanggung jawab).
(12) Di kamar tidurnya, malam itu, Ano masih mendengar bunyi merdu petikan mendolin yang dibawa angin dari rumah panggung mungil di seberang jalan.
Meresapi bunyi instrumen hingga ke kamar, ruangan paling pribadi milik seseorang. Leksia ini merupakan gambaran perasaan dan psikologis toko Ano (SEM. meresapi bunyi instrumen).
(13) Ia muda, berkulit putih, cantik, dan murah senyum. Ano merasakan jiwa mudanya bergetar.
Dalam leksia ini digambarkan perasaan Ano dan keadaan jiwanya yang bergetar saat memimpikan gadis misterius pemain mandolin (SEM. bergetar).
(14) Hari Sabtu pertama ini dia dapat giliran piket di kelas. Pasangannya adalah Dewiyanti, Salimin, Gofur, Salamah, Rosita, dan Aldrin Tung. Ano sejak awal dipilih menjadi komandan piket. Jadi, dia harus datang lebih pagi.
Dalam leksia ini terdapat suatu siratan makna akan nilai tanggung jawab. Tanggung jawabnya memang tidak begitu besar, namun menjadi suatu referensi pada pembaca untuk berkomitmen dan bertanggungjawab pada sekecil apapun kewajiban kita. Oleh karena itu, leksia ini teramsuk ke dalam kode referensial (REF. tanggung jawab).
(15) Hari Sabtu pertama ini dia dapat giliran piket di kelas. Pasangannya adalah Dewiyanti, Salimin, Gofur, Salamah, Rosita, dan Aldrin Tung. Ano sejak awal dipilih menjadi komandan piket. Jadi, dia harus datang lebih pagi.
Leksia tersebut juga termasuk kode referensial karena memberikan referensi kepada pembaca untuk bertanggungjawab (REF. tanggung jawab).
(16) Diam-diam, si mungil itu menyukai Ano yang tampan dan berwibawa.
Pada leksia ini terdapat suatu hal lazim yang sering dialami semua orang, yaitu mengidolakan sosok tertentu karena penilaian fisik. Namun, dalam leksia di atas, penilaian kepribadian sepertinya juga turut menambah kesan fisik yang memang sudah ada pada diri seseorang itu. Hal ini menjadi suatu referensi bagi pembaca bahwa mengidolakan seseorang hanya karena fisik saja bukanlah hal yang sepenuhnya tepat (REF. idola wanita).
(17) Ano sudah berpakaian rapi. Kaos terbagus dikenakannya. Rambut lurusnya telah disisir rapi.
Dari leksia tersebut, kita dapat mengetahui suatu pengalaman manusia dan tradisi untuk selalu berpakaian rapi dan sebagus mungkin guna mengahadiri suatu peristiwa yang dianggap penting (REF. rapi untuk hal penting).
(18) Kata Ayah, jadi lelaki harus memiliki nyali yang kukuh,” kata Ano.
Dari leksia tersebut kita dapat mengetahui adanya suatu tradisi yang memang lazim terjadi pada semua orang, yaitu seorang anak laki-laki yang patuh dan mematuhi apa yang dikatakan ayahnya untuk menjadi lelaki sejati (REF. pesan ayah untuk anak lelakinya).
(19) Baru saja Ano akan membuka pintu, muncul dua tamu. Keduanya perempuan. Salah seorang masih muda, cantik, berambut panjang, dan perutnya membuncit.
a. leksia tersebut menimbulkan suatu ketegangan, intrik dan enigma bagi pembaca. Hal ini dikarenakan pembaca pasti dapat menginterpretasikan bahwa kedua wanita yang tidak dikenal oleh Ano dan ibunya mempunyai maksud atau tujuan tertentu untuk datang dan bertamu kerumahnya (HER. pengusulan masalah).
b. jika kita melihat leksia tersebut dari sudut pandang tradisi dan kesopanan, akan terdapat suatu keganjilan di dalamnya. Bagi masyarakat Indonesia khususnya, bertamu malam-malam ke rumah lelaki bagi wanita adalah suatu hal tabu. Apalagi wanita yang bertamu itu dalam keadaan hamil. Leksia ini bisa menjadi referensi bagi pembacanya akan etika dan kesopanan (REF. tabu).
(20) Mereka mencari Ayah.
a. leksia tersebut semakin menyiratkan maksud dan tujuan kedua wanita itu untuk bertamu. Hal ini menimbulkan ketegangan bagi pembacanya akan permasalahan apa yang akan terjadi (HER. pengusulan maslah).
b. adanya leksia tersebut menyebabkan suatu pengacauan yang mulai terjadi (HER. pengacauan).
c. sama seperti sebelumnya, tardisis memandang hal ini menajdi suatu hal tabu (REF. hal tabu).
(21) Ibu dan Ano terkejut, dan menyilakan kedua tamu masuk.
a. leksia tersebut mengandung serangkaian aksi yang terjadi bersama antara Ibu dan Ano, yaitu terkejut dan menyilakan kedua tamu masuk (AKS. terkejut).
b. leksia tersebut juga mengandung unsure keadaan psikologis tokoh, yaitu terkejut (SEM. terkejut).
c. namun, pada leksia tersebut terdapat suatu hal yang patut dijadikan teladan atau referensi bagi pembaca, yaitu kesopanan. Ibu dan Ano sedikitnya akan mengetahui bahwa aka nada masalah yang timbul dari kedua wanita yang datang ke rumahnya itu, tetapi keduanya tetap bersikap sopan dan mempersilahkan kedua wanita itu untuk tetap bertamu dan masuk ke dalam rumahnya (REF. sopan dalam bagaimanapun keadaan).
(22) Keduanya menyalami Ibu dan Ano.
a. pada leksia ini, terdapat serangkaian aksi yang dilakukan oleh toko secara bersama-sama, yaitu salaman (AKS. salaman).
b. leksia ini juga mengandung referensi kesopanan bagi pembaca (REF. sopan dalam bagaimanapun keadaan).
c. selain itu, leksia ini juga menyiratkan suatu tradisi di kalangan masyarakat untuk selalu bersalaman saat bertemu dengan orang lain (REF. salaman adalah etika).
(23) Makin terkejut Ibu dan Ano ketika Mutiara mengatakan, dialah yang memetik mendolin di rumah panggung seberang jalan.
a. leksia inilah yang menjadi titik awal timbulnya semua permasalahan yang dihadapi semua tokoh. Hal ini dikarenakan alasan Ayah Anto tergoda untuk berkenalan dan berlanjut menikahi Mutiara adalah dari mendengar instrumen musik yang begitu indah itu. Di sini terdapat suatu ketegangan yang menimbulkan berbagai konflik dan permasalahan (HER. pengususlan masalah).
b. pada leksia ini pembaca dapat mengetahui bagaimana perasaan ibu Ano saat mendengar pernyataan Mutiara, yaitu terkejut. Karean pada awalnya, dia dan Ano beranggapam bahwa sang pemetik mandolin masih seumuran dengan anaknya dan masih gadis (SEM. terkejut).
(24) “Mutiara sudah hampir dua bulan kehilangan suaminya,” cerita Zulaiha. “Di rumah ini suami Mutiara tinggal,” sambung Zulaiha.
Leksia tersebut menyiratkan suatu permasalahan yang mungkin ada hubungannya dengan tokoh Ibu. Hal ini membuat suatu ketegangan dan rasa penasaran pada pembaca akan relasi permasalahan apa yang mungkin terjadi di antara mereka (HER. pengusulan masalah).
(25) “Di rumah ini, Mbak?” Ibu tergeragap.
a. pertanyaan yang diajukan oleh tokoh ibu tersebut terjadi karena tokoh Mutiara melakukan penundaan jawaban atas pernyataan sebelumnya. Hal ini tentu saja menimbulkan suatu enigma (HER. penundaan jawaban).
b. melalui deskripsi ibu tergeragap, pembaca dapat menginterpretasikan kondisi tokoh Ibu saat itu, yaitu tergagap karena terlalu tegang dan terkejutnya (SEM. tergeragap, terkejut).
(26) “Rumah ini disewa suami saya sekitar setahun lebih,” lanjut Ibu. “Siapa nama suami Mbak Mutiara?” tanya Ibu.
Leksia ini lagi-lagi menggambarkan Mutiara yang tidak segera merampungkan pernyataanya (HER. penundaan jawaban).
(27) Suaranya gemetar oleh rasa gugup.
Leksia ini memnggambarkan bagaimana perasaan dan kondisi psikologis tokoh Ibu (SEM. bergetar).
(28) “Namanya Kiagus Abdul Abbas,” jawab Mutiara.
a. leksia tersebut memunculkan suatu permasalahan besar yang memang dari tadi dinantikan oleh para pembaca (HER. pengususlan masalah).
b. dari leksia tersebut mulai timbul kekacauan bagi semua tokoh yang terlibat, yaitu pengacauan konflik dan perasaan (HER. pengacauan).
c. leksia tersebut merupakan permasalahan yang terjadi pada keseluruhan isi cerita dalam cerpen (HER. isi cerita).
(29) “Waktu dia berkenalan pada suatu malam sekitar setengah tahun lalu, dia bilang masih lajang.
a. pengakuan palsu seorang pria beristri kepada gadis muda untuk mendekati dan memperistrinya meruapakan permasalahan awal yang tidak disadari oleh tokoh-tokoh yang terlibat. Hal inilah yang akhirnya menggiring tokoh-tokoh lain memasuki permasalahan dan konflik karena kesalahan tokoh lainnya (HER. pengusulan masalah).
b. leksia tersebut sumber terjadinya pengacauan masalah dalam keseluruhan cerpen (HER. pengacauan).
c. pada leksia tersebut, pembaca dapat menangkap maksud tokoh Ayah yang berpura-pura sebagai pria lajang, yaitu untuk memperistri Mutiara karena dia merasa kesepian hidup sendiri jauh dari keluarga. Hal ini menimbulkan suatu ketegangan yang disebabkan oleh pengakuan yang berupa jebakan. Leksia ini disebut sebagai jebakan karena secara tidak langsung menjebak semua tokoh dalam cerpen ke dalam permasalahan yang rumit (HER. jebakan).
d. leksia ini merupakan jawaban sebagian Mutiara atas pertanyaan tokoh Ibu. Oleh karena itu, leksia ini termasuk ke dalam kode hermeunitik karena menimbulkan suatu enigma akan kelanjutan jawabannya dan ketegangan bagi pembaca (HER. jawaban sebagian).
(30) Kami merasa menemukan lelaki dewasa berwibawa.
Leksia ini berupa referensi bagi pembaca tentang pria yang menjadi idola wantia, yaitu kepribadiannya yang berwibawa (REF. idola wanita).
(31) Lalu, Pak Kiagus melamarku. Mbak Zul senang. Enam bulan lalu kami menikah di masjid. Sekarang kandungan saya jalan empat bulan,” cerita Mutiara sambil menunjukkan buku nikah.
a. leksia ini merupakan gambaran singkat permasalahan dari seluruh isi cerita dalam cerpen (HER. isi cerita).
b. inilah jawaban sepenuhnya yang sedari tadi menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh pembaca akan kelanjutan pernyataan dari Mutiara (HER. jawaban sepenuhnya).
c. leksia ini juga termasuk kode aksi karena diikuti oleh suatu aksi yaitu menunjukkan buku nikah Mutiara dan tokoh Ayah.
(32) Ketika melihat foto Ayah di buku nikah yang diberikan Mutira, Ibu menjerit histeris.
a. leksia ini mnunjukkan adanya pengacauan yang terjadi akibat permasalahan yang tak terduga (HER. pengacauan).
b. pada leksia ini juga digambarkan bagaimana kondisi psikologis tokoh Ibu, yaitu histeris (SEM. histeris).
(33) Tubuhnya menjadi lunglai.
Leksia ini mendeskripsikan kondisi psikologis tokoh ibu (SEM. lemas).
(34) Ano, Mutiara, dan Zulaiha panik. Mereka berupaya menolong Ibu.
“Ambilkan minyak wangi,” bisik Zulaiha.
a. pada leksia ini, pembaca mendapat gambaran situasi pada saat itu, yaitu panik (SEM. panik).
b. pada leksia ini juga terdapat kode aksi karena dilakukan suatu aksi atau aktivitas bersama oleh tokoh-tokoh yang terlibat, yaitu menolong ibu (AKS. menolong ibu).
c. leksia ini juga mengandung suatu pengetahuan atau referensi bagi pembaca, yaitu upaya pertolongan saat pingsan dengan memberikan minyak wangi (REF. upaya pertolongan).
(35) Setelah Ibu sadar benar, Zulaiha bercerita bahwa Ayah mengagumi petikan jari Mutira pada mendolin. Dia datang berkenalan pada suatu malam. Disusul malam-malam lainnya.
a. inilah awal mula timbulnya berbagai permasalahan dalam cerpen. Saat tokoh Ayah merasa kesepian karena jauh dari keluarga, ditambah lagi dia mendengar alunan bunyi merdu dari petikan mandolin Mutiara, ia tertarik dan memutuskan untuk berkenalan sampai akhirnya menikahinya (HER. pengusulan masalah).
b. leksia ini meruapakan jawaban sepenuhnya dari pernyataan-pernyataan Mutiara sebelumnya (HER. jawaban sepenuhnya).
(36) “Kiagus Abbas penyabar, berwibawa, dan tutur katanya yang lembut meluluhkan.
Leksia tersebut merupakan suatu pengalaman manusia peda umunya, yaitu tertarik dengan seseorang karena sifat-sifatnya yang istimewa (REF. idola wanita).
(37) “Ayah tidak pernah bercerita tentang kejadian-kejadian penting selama setahun lebih di Prabumulih,” Ibu berkata seperti menyesali.
Melalui leksia tersebut pembaca akan dapat menginterpretasikan perasaan ibu setelah mengetahui rahasia besar yang disimpan oleh suaminya, yaitu penyesalan mendalam (SEM. menyesal).
(38) “Aku datang terlambat,” lanjut Ibu terbata-bata.
Leksia tersebut juga menggambarkan penyesalan tokoh Ibu (SEM. menyesal).
(39) Malam Minggu itu jadi begitu murung bagi Ibu dan Ano. Kedua tamunya hanya menunduk.
a. terdapat kode aksi yang dilakukan secara bersamaan oleh ibu dan Ano, yaitu menunduk sebagai ekspresi kemurungan mereka (AKS. murung).
b. pada leksia ini digambarkan betapa kacau balaunya perasaan Ibu dan Ano malam itu, mereka murung dalam kesedihan yang mendalam (SEM. murung).
(40) Angkasa sudah kelam setelah bulan diselimuti gemawan hitam.
a. Leksia tersebut merupakan gambaran kesedihan yang meliputi keempat tokoh. Leksia tersebut mempunyai banyak makna yang dapat saling bertukar posisi (SIM. sedih mendalam).
b. leksia ini juga merupakan atmosfer malam yang semula indah menjadi kekelaman (SEM. suasana malam).
(41) Gerimis September turun. Tetes-tetesnya menimpa atap rumah dan daun-daun di halaman
a. leksia ini juga merupakan atmosfer malam yang semula indah menjadi kekelaman (SEM. suasana malam).
b. Leksia tersebut merupakan gambaran atau simbol kesedihan yang meliputi keempat tokoh. Leksia tersebut mempunyai banyak makna yang dapat saling bertukar posisi (SIM. sedih mendalam).
(42) . Saat itu pula Ibu meratap diiringi Ano, Mutiara, dan Zulaiha.
a. pada leksia ini terdapat kode aksi yang merupakan suatu aksi yang dilakukan tokoh secara bersama-sama, yaitu meratap (AKS. meratap).
b. pada leksia ini juga terdapat gambaran keadaan keempat tokoh, yaitu histeris karena kesedihan yang mendalam (SEM. histeris).
Daftar Pustaka
Usman, K. 2006. Pengantin Luka. Jakarta: KOMPAS.